Translate

Para peneliti telah mengembangkan smartphone baru yang dapat digunakan sebagai mikroskop untuk mendeteksi dan menghitung infeksi cacing, cukup dengan setetes darah dan ditunjukkan dengan video. Para tim peneliti berharap teknologi baru ini bisa digunakan sebagai solusi dari perlawanan penyakit tropik yang sulit ditangani.
Hasil dari pilot study dipublikasikan dalam Science Translational Medicine menyatakan bahwa video yang dihasilkan oleh smartphone mikroskop tersebut dapat membantu paramedis dalam mendiagnosa penyakit di lapangan.
“Kami sebelumnya telah menunjukkan bahwa handphone bisa digunakan untuk mikroskop, tapi ini adalah pertama kalinya sebuah perangkat yang mengkombinasikan imaging technology dengan hardware dan software yang secara otomatis untuk menjadi solusi diagnostik yang sangat lengkap”, ujar Daniel Fletcher, ketua asosiasi dan professor dari Bioengineering Universitas Kalifornia, Berkeley.
Kelebihan smartphone mikroskop dibandingkan marker molekuler atau pewarnaan flourensen adalah hasil yang didapatkan berupa penampakan gerakan parasit dan dapat dilihat secara langsung yang mana akurasinya sama dengan metode skrining konvensional.
Tim peneliti terdiri dari engineer dari Universitas Kalifornia Berkeley dan peneliti lain perwakilan NIAID (National Institute of Allergy and Infectious Diseases) dari Universitas Montpellier Prancis dan peneliti dari pusat penelitian di Yaoundé, Kamerun.
Di Kamerun, pejabat-pejabat kesehatan mereka telah berjuang untuk penanganan 2 parasit cacing yang menyebabkan penyakit river blindness (onkosersis) dan filariasis limfatik, yang ditularkan oleh lalat hitam dan nyamuk secara terus menerus.
River blindness adalah infeksi nomer 2 di dunia yang menyebabkan kebutaan. Filariasis limfatik menyebabkan elephantiasis, yang gejala khasnya yaitu bengkak yang sangat sakit, yang mana merupakan penyebab disabilitas nomor 2 di dunia. Kedua penyakit bisa diterapi secara sukses dengan obat antiparasit IVM (Ivermectin).
Namun sayangnya, proses dari pengobatan dengan IVM memiliki kesulitan dengan adanya parasit lain yaitu Loa loa yang menyebabkan loiasis, infeksi Loa loa menyebabkan penyakit kulit dan mata yang juga merupakan parasit cacing mata afrika. Jika pasien dengan infeksi Loa loa yang tinggi di dalam darah diterapi dengan IVM dapat berkembang menjadi kerusakan otak dan kelainan neurologik lainnya.
Namun pemeriksaan hitung jumlah Loa loa pada pasien menghabiskan waktu yang banyak dan tidak praktis, karena mengharuskan paramedik menghitung cacing di dalam hapusan darah secara manual menggunakan mikroskop. Ini adalah kesulitan-kesulitan yang menyebabkan hambatan dalam promosi kesehatan masyarakat penggunakan IVM secara luas.
Mikroskop baru yang dinamakan CellScope Loa adalah terobosan baru yang mengatasi kesulitan tersebut. Untuk menciptakan alat tersebut, para peneliti mengkombinasikan smartphone dengan 3D printed plastic berdasarkan penggunakan sampel darah.
Aplikasi khusus didesain oleh peneliti sebagai kontrol dan secara otomatis menghindari human error. Sampel darah diletakkan di depan kamera, dan algoritma menganalisa gerakan caicing yang terdapat di sampel darah, kemudian menghitung jumlah cacing yang dimunculkan di layar handphone.
Waktu yang diperlukan mulai dari sampel diperiksa dengan alat hingga hasil keluar adalah sekitar 2 menit dan ditambah waktu dari penusukan jari pasien dan memasukkan darah ke dalam kapiler alat. Secara keseluruhan, CellScope Loa memberikan hasil yang cepat dan dapat memberi informasi kepada paramedik di lapangan agar diketahui apakah penggunaan IVM aman untuk pasien.
“Adanya pemeriksaan sebelum pengobatan adalah kemajuan besar dalam kontrol penyakit yang sangat melemahkan ini” ujar Vincent Resh, seorang Ekologist Akuatik dan Professor di Universitas Kalifornia, Berkeley. “Peneliti telah menghasilkan sebuah handphone dengan aplikasi yang jenius, praktis, dan sangat bermanfaat”
Para peniliti telah menvalidasi performa dan pemanfaatan alat ini dengan mencoba pada 33 pasien yang berpotensi terinfeksi Loa loa. Hasil dari smartphone mikroskop berkorelasi dengan hasil yang diperoleh oleh metode hapusan darah tipis.
Berdasarkan hasil ini, para peneliti berencana untuk mencoba alat ini lebih lanjut, dengan mengembangkan penelitian pada sekitar 40.000 orang di Kamerun.

Sumber : Medical News Today (Diterjemahkan oleh Dedy Arianda)

Post a Comment

أحدث أقدم