Perkembangan pesat dalam peradaban manusia yang ditandai oleh tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memberikan perubahan-perubahan yang mendasar dalam berbagai dimensi kehidupan. Dampak negatif yang hadir bersamaan dengan segala kemajuan tersebut senantiasa menjadi ancaman bagi kelangsungan proses kehidupan bagi setiap individu.
Terjadinya krisis lingkungan kearah yang lebih serius merupakan issue yang semakin menuntut kita untuk secepatnya melakukan antisipasi dengan menggunakan kemajuan dan ilmu dan teknologi tersebut.
Salah satu yang dapat menimbulkan krisis lingkungan adalah pembuangan limbah akibat aktifitas hidup manusia. Limbah merupakan sisa proses produksi yang tidak terpakai lagi dan dibuang, yang jika diperlakukan secara tepat akan merugikan manusia dan lingkungan.
Pertambahan manusia dan aktifitas sudah tentu akan menimbulkan pertambahan kuantitas limbah, yang secepatnya harus diolah karena mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan. Percepatan pertambahan kuantitas limbah baik domestik maupun industri dan komersial yang semakin bervariasi adalah merupakan masalah yang secepatnya harus dicari solusinya.
Selain domestik dan industri ada suatu lembaga atau badan usaha yang merupakan penghasil limbah klinis terbesar, yaitu Rumah Sakit. Berbagai jenis limbah yang dihasilkan di Rumah Sakit dan unit-unit pelayanan medis bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung, terutama petugas yang menangani limbah tersebut.
Terhadap limbah-limbah tersebut seringkali diperlukan pengolahan pendahuluan sebelum diangkut ke tempat pembuangan atau dimusnahkan dengan unit pemusnah setempat. Rumah Sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk pelayanan umum yang dikelilingi oleh perumahan padat penduduk. Sebagaimana halnya pemukiman, Rumah Sakit juga adalah tempat berkumpulnya sejumlah orang yang selalu akan menghasilkan limbah dan memerlukan pembuangan. Limbah rumah sakit memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan atau penularan penyakit.
Limbah rumah sakit berasal dari unit-unit pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut termasuk laboratorium. Semua jenis limbah di laboratorium harus dinyatakan sebagai bahan yang infeksius, oleh karena itu penanganan dan pembuangan limbah harus ditangani secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif sebagai akibat dari kegiatan operasional laboratorium yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan, baik pekerja, pasien, pengunjung maupun masyarakat sekitarnya.
II. PERATURAN-PERATURAN
Pengaturan limbah di Indonesia mempunyai beberapa peraturan yang harus ditaati, peraturan-peraturan tersebut dibuat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia . Beberapa dasar hukum yang dapat dicermati antara lain:
1. Undang-Undang nomor 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Undang-Undang nomor 4 tahun 1982, tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor : 986/MENKES/PER/XI/1992, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
5. Undang-Undang Konservasi dan Pemulihan Sumber (“Resource Conservation and Recovery Act” = RCRA ) dan amandemen-amandemennya.
6. Undang-undang tentang Reaksi, Kompensasi dan Tanggung Jawab Lingkungan (“Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act” = CERCLA) atau disebut juga “Superfund Amandments and Reauthorization Act” (SARA), mengatur kerugian terhadap lingkungan yang disebabkan limbah berbahaya.
Dan undang-undang lainnya yang terkait.
III. PENGERTIAN
Limbah adalah bahan-bahan buangan atau residu dari suatu kegiatan, bisa dalam bentuk padat, cair atau gas yang sudah tidak terpakai lagi.
Limbah Klinis adalah limbah yang berasal dan Pelayanan Medis, Laboratorium, Farmasi, Kamar Bedah dan pelayanan medis lainnya yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius, berbahaya dan membahayakan.
Penggolongan limbah berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1. Limbah Benda tajam
2. Limbah Infeksius
3. Limbah Jaringan tubuh
4. Limbah Sitotoksik
5. Limbah Bahan kimia
Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu:
1. Bahan baku yang sudah kadaluwarsa,
2. Bahan habis pakai, misalnya medium perbenihan yang tidak terpakai,
3. Produk proses di dalam laboratorium, misalnya sisa spesimen,
4. Produk upaya penanganan limbah, misalnya jarum suntik sekali pakai setelah di autoklaf.
Sifat limbah digolongkan menjadi:
1. Buangan bahan berbahaya dan beracun
2. Limbah infektif
3. Limbah radioaktif
4. Limbah umum
Bentuk limbah yang dihasilkan dapat berupa:
1. Limbah cair dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Limbah cair infeksius, misalnya sisa spesimen seperti darah, serum / plasma, urine dan cairan tubuh lainnya.
b. Limbah cair domestik, yaitu limbah yang dihasilkan dari bekas air pembilasan atau pencucian alat.
c. Limbah cair kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari menggunakan bahan-bahan kimia, misalnya sisa-sisa reagen dan cairan pewarna.
2. Limbah padat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Limbah padat infeksius:
- Limbah benda tajam, yaitu alat atau obyek yang mempunyai sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, misalnya jarum suntik, pecahan dari kaca dan pisau.
- Sisa bahan pemeriksaan, misalnya jaringan, faeces, bekuan darah dan medium biakan.
b. Limbah padat non infeksius, misalnya sampah umum seperti kertas, tissue, plastik kayu, pembungkus, kardus dan sebagainya.
3. Limbah gas adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).
IV. PENANGANAN DAN PENAMPUNGAN LIMBAH
Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah terhadap kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah tersebut.
Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :
1. Limbah berbahaya dan beracun, dengan cara :
a. Netralisasi
Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2 Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI. Parameter netralisasi adalah pH dan sebagai indikator dapat digunakan Phenol Phtalein (PP.). Zat ini akan berubah pada pH 6-8 sehingga cukup aman digunakan jika pH limbah berkisar antara 6,5-8,5.
b. Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi
Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.
c. Reduksi-Oksidasi
Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi (redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
d. Penukaran ion
Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.
2. Limbah infeksius
a. Metode Desinfeksi
Adalah penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak aktif.
Agar pengolahan limbah menjadi efektif perlu untuk:
- Menggunakan desinfektan yang sesuai, misalnya Chlorine,Iodophore, Alcohol, Formaldehyde, Glutaraldehyde dan Natrium hypochioride. Yang terakhir ini merupakan satu-satunya jenis desinfektan yang digunakan secara rutin untuk mendesinfeksi limbah penyakit menular.
- Menambahkan jumlah bahan kimia yang cukup, jumlah desinfektan yang diberikan harus berlebih karena bahan-bahan protein yang terkandung dalam limbah akan mengikat desinfektan dan mencegah bahan tersebut bereaksi dengan kuman penyakit.
- Memberikan waktu kontak yang cukup, gunanya adalah untuk mencapai efektifitas pengolahan.
- Mengawasi kondisi-kondisi lain yang diperlukan, misalnya pH yang tidak sesuai akan meningkatkan / menghambat proses desinfeksi.
- Temperatur, dapat meningkatkan atau menurunkan efektifitas dan kecepatan proses pengolahan.
- Pengadukan.
b. Metode Pengenceran (Dilution)
Yaitu dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.
c. Metode Proses Biologis
Yaitu dengan menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut
akan menimbulkan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.
d. Metode Ditanam (Landfill)
Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya dalam tanah.
e. Metode Insinerasi (Pembakaran)
Pemusnah limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.
Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit, jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah).
Agar insinerasi berlangsung optimal, perlu 5 kondisi:
- Diperlukan oksigen dalam jumlah yang cukup,
- Atomisasi dan Volatilisasi, yaitu mengubah limbah menjadi partikel yang sangat kecil dan gas,
- Proses pengadukan dan pencampuran dalam insinerator,
- Suhu yang cukup untuk volatilisasi,
- Cukup waktu untuk terjadinya reaksi.
Alat insinerator yang baik adalah yang memungkinkan suhu pada ruang bakar pertama paling sedikit 800 - 1000°C.
3. Limbah radioaktif
Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi.
Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
a. Bentuk : cair, padat dan gas,
b. Tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),
c. Tinggi-rendahnya aktifitas
d. Panjang-pendeknya waktu paruh,
e. Sifat : dapat dibakar atau tidak.
a. Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.
b. Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).
4. Limbah umum
Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat dan dibakar di insinerator.
Penampungan limbah adalah upaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pemaparan pada petugas yang menangani limbah. Wadah penampungan limbah harus memadai, misalnya:
1. Penampungan limbah benda tajam, harus tahan tusuk, impermeabilitas (kekedapan, tidak dapat dirembesi), kokoh, aman dan diberi label.
2. Penampungan limbah cairan infeksius:
a. Diwadahi dengan botol penutup yang aman atau wadah yang kaku sejenis botol dan ditutup dengan tutup berulir atau gabus. Botol tersebut dimasukkan dalam kaleng atau kotak untuk pengamanan tambahan dan menampung adanya tumpahan serta mengurangi resiko pemaparan.
b. Limbah cair yang akan disterilkan dengan uap sebaiknya terbuat dari logam karena logam bersifat memperluas penyebaran panas. Jangan menggunakan bahan gelas/kaca.
c. Limbah cair yang akan diinsinerasi sebaiknya wadah terbuat dari plastik karena mudah terbakar.
V. PEMISAHAN LIMBAH
Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang adalah dengan cara menggunakan kantong dengan kode warna yang disarankan untuk limbah klinis adalah seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Kode warna yang disarankan untuk limbah klinis.
NO
|
WARNA KANTONG
|
JENIS LIMBAH
|
1.
|
Hitam
|
Limbah rumah tangga, tidak digunakan untuk menyimpan atau mengangkat limbah klinik.
|
2.
|
Kuning
|
Semua jenis limbah yang akan dibakar
|
3.
|
Kuning dengan strip hitam
|
Jenis limbah yang sebaiknya dibakar, tetapi bias juga dibuang di sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan.
|
4.
|
Biru muda atau transparan dengan strip biru tua
|
Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum pembuangan akhir.
|
Kebersihan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur yang jelas serta keterampilan petugas sampah/kebersihan.
Selain kode warna pada kantong plastik untuk pemisahan limbah juga terdapat kode/simbol yang telah distandarisasi untuk 3 golongan sampah yang paling berbahaya, yaitu :
NO
|
GOLONGAN SAMPAH
|
GAMBAR SIMBOL
| ||||
1.
|
Sampah Infeksius :
Kantong warna kuning dengan simbol Biohazard yang telah dikenal secara internasional berwarna hitam.
|
| ||||
2.
|
Sampah Sitotoksik :
Kantong berwarna ungu dengan simbol sitotoksik (berbentuk cell dalam telofase)
| |||||
3.
|
Sampah Radioaktif :
Kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif yang telah dikenal secara internasional.
|
|
VI. PENGOLAHAN LIMBAH LABORATORIUM
1. Limbah Cair:
a. Limbah Cair Infeksius:
Sebelum dialirkan ke saluran pembuangan awal, limbah dikumpulkan terlebih dahulu dalam wadah plastik atau kaca dan diberi desinfektan. Jenis desinfektan yang banyak digunakan adalah natrium hipoklorit dengan kadar 0,5-10%. Karena kekuatan desinfektan makin lama makin menurun, maka untuk keefektifan penggunaanya harus dibuat baru setiap minggu.
Setelah didesinfeksi, limbah tersebut dialirkan ke saluran pembuangan awal yang selanjutnya dikumpulkan dalam bak penampungan untuk diolah.
b. Limbah Cair Domestik:
Limbah ini langsung dialirkan melalui saluran pembuangan awal menuju bak penampungan untuk diolah.
c. Limbah Cair Kimia:
Penanganannya dilakukan dengan cara mengencerkan limbah dengan air sampai konsentrasi rendah dan selanjutnya dialirkan mengikuti saluran pembuangan awal menuju bak penampungan untuk diolah.
Semua limbah cair yang terkumpul dalam bak penampungan dapat diolah dengan berbagai cara, antara lain :
a. FBK Bioreactor
FBK Bioreaktor menggunakan metode proses biologis. Limbah yang terkumpul dalam bak penampungan dipompa menuju alat Bioreactor dan setelah mengalami proses, limbah disalurkan melalui pipa buangan ke saluran umum (sungai/kali).
Proses FBK Bioreactor ialah melalui media yang berkelok-kelok berfungsi sebagai tempat pertumbuhan bakteri aerob yang tumbuh melekat pada media, membentuk lapisan biomassa. Aerator dan struktur media yang mengatur aliran air limbah yang masuk ke dalam tangki Biodetox sedemikian rupa sehingga kontak antara air limbah dengan lapisan biomassa terjadi berulang-ulang, melalui perjalanan panjang sehingga mencapai efisiensi degradasi BOD/COD yang optimum ( maksimal kadar BOD = 75 mg/L dan COD = 100 mg/L). Udara dimasukkan ke dalam tangki Biodetox melalui aeration sehingga menimbulkan gelembung-gelembung udara yang dihasilkan dari mesin kompressor. Aerator dirancang secara spesifik rnenghasilkan efek floatasi dan sedimentasi.
Air limbah yang telah diolah dalam tangki Biodetox sudah jernih sehingga dapat disalurkan ke saluran umum.
b. Sewage Treatment Plant (STP) :
Adalah sistem pengolahan limbah yang bertujuan mengolah limbah cair menjadi air bersih yang dapat dibuang ke saluran umum dan tidak mencemari lingkungan.
Metode yang digunakan adalah:
- Screen Pit
Dilengkapi dengan saringan kasar, saringan halus dan communitor. Berfungsi untuk menyaring kotoran/sampah yang besar-besar sedangkan communitor akan menghancurkan material yang masuk sehingga proses treatment secara biologis dapat berfungsi dengan baik.
- Equalizing Tank:
Berfungsi sebagai pre-treatment yang meratakan kualitas air bak.
- Aeration tank
Dilengkapi dengan air seal difusser. Air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi diproses dengan cara mendifusikan udara ke dalam air limbah melalui diffuser juga ditambahkan lumpur aktif yang dikembalikan dan bak pengendap. Setelah melalui proses aerasi, air mengalir melalui pipa transfer ke bak pengendap (Settling Tank).
- Settling Tank :
Berfungsi untuk memisahkan lumpur. Lumpur akan mengendap ke bagian bawah tangki dan disedot oleh lift pump masuk ke dalam kotak distribusi lumpur yang kemudian didistribusikan menjadi 2 cabang ; yang pertama masuk ke bak aerasi dan yang kedua masuk ke bak penampungan lumpur, sedangkan airnya akan mengalir melalui Over Flow Weir selanjutnya masuk bak Over Flow dan mengalami proses ( untuk mendestruksi mikroba patogen.
- Effluent Tank :
Berfungsi untuk menampung hasil akhir pengolahan (treatment). Air dalam bak ini dipompa ke sumpit lalu disalurkan ke saluran umum.
2. Limbah Padat :
a. Limbah Padat Infeksius:
- Limbah benda tajam
Dikumpulkan dalam suatu wadah sesuai syarat penampungan benda tajam. Untuk keamanan, pada saat pengangkutannya wadah tersebut dapat diberi cairan desinfektan seperti lysol. Kemudian wadah dimasukkan dalam kantong plastik kuning dengan simbol biohazard diikat kuat lalu diangkut untuk dibakar di insinerator.
- Limbah sisa bahan pemeriksaan
Dikumpulkan dalam kantong plastik kuning bersimbol biohazard dan disterilkan dalam autoclave suhu 121°C selama 15 menit. Selanjutnya kantong plastik tersebut dilapisi dengan kantong plastik kuning, diikat kuat lalu diangkut untuk dibakar di incinerator.
b. Limbah Padat Non Infeksius:
Dimasukkan dalam tempat sampah yang telah dilapisi kantong plastik warna hitam. Setelah sampah mengisi ¾ kantong, ikatlah kuat-kuat lalu angkut ke tempat pembuangan untuk dibakar dalam insinerator.
3. Limbah Gas:
Limbah gas harus dibersihkan melalui penyaringan (filter) sebelum dibuang ke udara. Filter harus diperiksa secara teratur, jika rusak atau tingkat radiasinya mendekati batas yang telah ditentukan, filter harus diganti. Untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif dari filter, maka filter harus dibungkus dengan plastik polietilen.
VII. EVALUASI PENGOLAHAN LIMBAH
Air hasil pengolahan limbah dapat diketahui kualitasnya dengan menggunakan indikator biologi seperti pengadaan kolam ikan atau penyiraman taman.
Selain itu hasil pengolahan limbah cair juga perlu diperiksa ke instansi pemerintah yaitu Bapedal setiap 3 bulan sekali dan di laboratorium sendiri setiap 1 bulan sekali.
VIII. KESELAMATAN KERJA DALAM PENGELOLAAN LIMBAH
Tabel 2. Prosedur Kerja Pengurangan Resiko
NO
|
PROSEDUR
|
PENGURANGAN RESIKO
|
1.
|
Kelompokkan limbah untuk mengetahui jenis yang perlu pengelolaan dan penanganan khusus
|
Tentukan golongan-golongan limbah sesuai kriteria yang berlaku
|
2.
|
Pisahkan limbah yang memerlukan penanganan khusus (yang infeksius dan radioaktif) dari limbah lainnya.
|
Pindahkan limbah yang memerlukan penanganan khusus. Pisahkan limbah itu dari tempat limbah umum
|
3.
|
Gunakan kontainer yang berbeda untuk limbah-limbah khusus
|
Upayakan agar limbah khusus dapat dikenal dengan mudah
|
4.
|
Berhati-hati waktu mengangkat dan memindahkan kontainer limbah
|
Jaga kemungkinan terjadinya salah urat pada punggung dan bagia tubuh lainnya
|
5.
|
Gunakan kereta yang baik untuk mengumpulkan dan memindahkan kontainer limbah
|
Jaga agar kontainer limbah tidak jatuh dari kereta dengan begitu akan mengurangi terjadinya luka dan terpapar.
|
6.
|
Gunakan kereta yang bongkar-muatnya mudah, mudah digerakkan, direm dan diarahkan serta mudah dibersihkan
|
Kurangi kecelakaan dari kereta hingga dengan begitu mengurangi kejadian luka dan paparan
|
7.
|
Semua kontainer limbah harus ditutup rapat (bila memungkinkan) sebelum dipindahkan
|
Kurangi terjadinya paparan
|
8.
|
Limbah gas dibuang kewadah yang telah ditentukan (tidak lagi dilakukan penyortiran)
|
Kurangi penanganan limbah dan kemungkinan terjadinya paparan
|
9.
|
Gunakan alat pelindung perorang yang memadai, seperti sarung tangan, masker, kaca mata, celemek pada waktu menangani limbah khusus
|
Adakan perlindungan terhadap paparan
|
10.
|
Usahakan agar semua kegiatan hanya dilakukan oleh orang yang cukup terlatih.
|
Kurangi resiko ekpose pada orang-orang yang memakai alat dengan cara yang keliru
|
IX. KESIMPULAN
Sistem pengelolaan limbah yang baik dan benar dapat meningkatkan keamanan dalam kerja terutama bagi petugas kesehatan yang berhubungan dengan limbah tersebut, pasien, pengunjung dan masyarakat disekitar rumah sakit dan laboratorium. Penanganan limbah yang kurang baik akan dapat atau potensial sebagai sumber pencemaran penularan penyakit bagi warga laboratorium sendiri maupun masyarakat di sekitarnya.
X. DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes R.I, Pedoman Pelayanan Rumah Sakit dan Laboratorium Klinik, Jakarta , Tahun 1980
2. Depkes R.I, Pedoman Penanganan Limbah dan Sanitasi Rumah Sakit, Jakarta , Tahun 1985
3. Reinhardt, P.A Gordon, J.G, Pengelolaan Limbah Menular dan Limbah Medik, Depkes R.I. Jakarta, Tahun 1995
4. Pusat Laboratorium Kesehatan Jakarta, Pedoman Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice). Depkes R.I. Jakarta , Tahun 1999
5. Pusat Laboratorium Kesehatan Jakarta, Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis, Depkes R.I. Jakarta, Tahun 1997
Posting Komentar