A.Klasifikasi Echinococcus granulosus
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Spesies : Granulosus
B. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif dari Echinococcus granulosus adalah hewan karnivora terutama anjing, srigala, dan lain-lain. Sedangkan hospes perantaranya adalah manusia, kambing, domba, sapi, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cestoda ini adalah echinococcosis atau penyakit hidatidosis (disebabkan larvanya).
C. Penyebaran Geografis
Penyebaran infeksi Echinococcus granulosus tersebar di seluruh dunia terutama di daerah pedesaan dan pinggiran yang daerah tersebut terdapat banyak anjing yang memakan daging hewan yang mengandung kista hidatid. Echinococcus granulosus memiliki fokus endemik di Amerika Selatan yaitu pada peternakan domba dan sapi di Argentina, Uruguay, Brazil Selatan, dan Chili. Kista Hidatid seringkali menginfeksi anak-anak dan tumbuh terus tanpa diketahui selama bertahun-tahun.
D. Siklus Hidup
Cacing dewasa Echinococcus granulosus (panjangnya 3 - 6 mm) berada di usus halus hospes definitif misalnya anjing. Lalu proglotid melepaskan telur yang keluar bersama feses. Kemudian tertelan oleh hospes intermediat yang sesuai (biri-biri, kambing, babi, sapi, kuda, onta) setelah itu telur menetas di usus halus dan onkosfer keluar onkosfer menembus dinding usus dan menuju sistem peredaran ke berbagai organ, terutama hati dan paru-paru. Di hati dan paru-paru onkosfer berkembang menjadi kista kemudian berkembang secara berangsur-angsur, menghasilkan protoskoleks dan anak kista yang mengisi kista interior. Hospes definitif dapat terinfeksi dengan cara memakan daging hospes intermediet yang mengandung kista hidatid. Setelah tertelan, protoskoleks melakukan evaginasi, menuju ke mukosa usus dan berkembang menjadi cacing dewasa setelah 32 sampai 80 hari kemudian proglotid melepaskan telur. Hospes intermediat terinfeksi dengan cara menelan telur kemudian menetas menghasilkan onkosfer pada usus dan menjadi kista di dalam berbagai organ.
E. Morfologi
Cacing dewasa berukuran kecil panjangnya 3-6 mm terdiri dari skoleks, leher, dan sebuah strobila yang hanya terdiri dari 3-4 segmen. Perkembangan segmennya yaitu immatur, matur, dan gravid. Segmen gravidnya merupakan segmen terbesar yang panjangnya 3-4 mm dan lebarnya 0,6 mm. Skoleksnya terdiri dari 4 alat isap dengan rostelum yang dilengkapi 2 deret kait yang melingkar.
F. Gejala Klinik
Echinococcus granulosus menginfeksi selama bertahun-tahun sebelum kista membesar dan menyebabkan gejala saat tersebar ke organ-organ vital. Bila menginfeksi hati maka terjadi rasa sakit dan nyeri di bagian abdominal, benjolan di daerah hati, dan obsruksi saluran empedu. Pada saat kista menginfeksi paru-paru menyebabkan dada sakit dan batuk hemoptysis. Kista yang menyebar ke seluruh organ dapat menyebabkan demam, urtikaria, eosinofilia, dan syok anafilaktik. Kista dapat menyebar hingga ke otak, tulang, dan jantung.
G. Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan dilakukan untuk menurunkan insiden infeksi :
1. Semua hewan yang menjadi hospes perantara ketika selesai disembelih harus dibuang dan dijauhkan dari anjing agar tidak dimakan sehingga tidak berkembang menjadi cacing dewasa
2. Ditekankan kesehatan perorangan untuk mencegah tertelannya telur infektif yang terkontaminsi feses anjing, karena telurnya sangat resisten terhadap desinfektan
3. Melakukan tindakan kontrol yang ekstensif untuk mengurangi penularan penyakit hidatid
4. Program pendidikan dan penyuluhan terhadap masyarakat
H. Diagnosa
1. Pemeriksaan hematologi
Dilakukan pemeriksaan darah dengan melihat jumlah eosinofil dan dilihat presentase lekosit jenis eosinfil pada pemeriksaan differensial lekosit. Eosinofilia sering terjadi sekitar 20-25% pada kasus infeksi Echinococcus granulosus namun tidak terlalu memberi makna yang berarti.
2. Mikroskopis cairan kista hydatid
Prinsip pemeriksaannya adalah setetes cairan kista yang sudah disentrifuge diteteskan pada objek gelas, dengan objek gelas lainnya dibuat apusan kemudian dilakukan pewarnaan tertentu dan diamati secara mikroskopis. Pada saat pembuatan hapusan terjadi goresan antara kait-kait dengan objek gelas sehingga terdengar seperti suara goresan kaca di atas pasir (hydatid sand).
Pemeriksaan ini dilakukan apabila ditemukan kista pada saat pembedahan dari infeksi kista hidatid, maka sebagian cairan kista dapat diaspirasi dan diperiksa secara mikroskopis untuk mendeteksi adanya “hydatid sand” sehingga dapat dipastikan diagnosisnya. Aspirasi kista juga biasanya dilakukan pada saat akan dilakukan tindakan bedah. Tindakan ini beresiko akan adanya kemungkinan bocornya cairan sehingga menyebar ke jaringan.
Namun hidatid sand tidak selalu ada. Karena jika kista sudah tua, anak kista dan/ atau skoleks mungkin juga rusak sehingga yang tersisa hanya kait-kaitnya. Keadaan ini menyulitkan untuk menemukan dan identifikasinya apalagi jika terdapat debris di dalam kista. Hydatid sand juga dapat diperiksa dari sampel urin dan sputum, yaitu pada :
a. Pemerikssan Urin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan adanya infeksi hydatid yang menginfeksi organ ginjal. Sehingga cairan kista akan dikeluarkan juga melalui urin. Sehingga pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan hydatid sand pada urin.
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan adanyan infeksi hydatid yang menginfeksi organ paru-paru. Sehingga pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan hydatid sand pada sputum.
Apabila skoleks masih tetap utuh pada pemeriksaan mikroskopik, maka dari cairan sentrifuge dijadikan sediaan basah untuk memastikan diagnosis ditemukannya skoleks. Apabila tidak ditemukan hydatid sand dan skoleks, diagnosis dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan histologi dari dinding kista pada jaringan.
3. Mikroskopik Jaringan
Pemeriksaan kista hidatid secara mikroskopik pada jaringan diperiksa ketika pasien dengan adanya masa pada abdomen dan tidak diketahui diagnosisnya secara pasti. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel dari pembedahan untuk mengambil jaringan hati, tulang, paru-paru dan jaringan lainnya lalu dibuat penampang melintang misalnya jaringan tulang lalu dibuat preparat histologi jaringan dan diwarnai dengan hematoxilyn dan eosin.
4. Tes Serologi
Antibodi pasien terhadap Echinococcus granulosus yang terdapat dalam serum dapat dideteksi dengan pemeriksaan serologi yang meliputi IHA (Indirect hemagglutination), IFA (indirect fluorescent antibody), ELISA, CF, LA (latex aglutinasi), IE (immunoelektoforesis) ID, dan Indirek hemaaglutination.
Tes serologi merupakan test yang sensitif untuk mendeteksi antibodi di dalam serum pasien infeksi kista hidatid, sensitifitas bervarisi antara 60% hingga 90%, tergantung karakteristik dari kista hydatidnya. Sensitifitas ini dipengaruhi oleh beberapa hal :
a. Jenis organ tubuh yang terinfeksi
Kista di dalam jaringan hati lebih memberikan respon imunitas dibanding kista di paru-paru. Kista memproduksi antigeni stimulasi dengan titer rendah, namun jika hampir 5 sampai 10% kista di hati sudah menimbulkan tes serologi positif, tetapi kista di paru-paru jika hampir 50% masih menghasilkan tes serologi negatif
b. Permukaan kista hidatid
Permukaan yang kasar dari kista umumnya menentukan titer antigen. Bentuk permukaan dan kerusakan pada jaringan yang terinfeksi dapat meningkatkan antibodi
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan serologi yang lebih akurat digunakan kombinasi teknik pemeriksaan, yaitu teknik EIA dan IHA yang biasanya digunakan sebagai tes skrining untuk semua spesimen, kemudian reaksi positif dikonfirmasikan dengan tes immunoblot assay atau gel difusion assay yang menunjukkan hasil echinococcal “Arc 5". Kelemahan tes konfirmasi adalah memberikan reaksi positif palsu sekitar 5% hingga 25% pada penderita neurocysticercosis. Sehingga secara klinis dan presentase epidemiologi kasus pasien neurocysticercosis sering terjadi kerancuan dengan kasus kista hidatid. Namun untuk konfirmasi yang lebih spesifik atau reaktif terhadap serum dapat dilakukan dengan teknik imunoelektroforesis untuk mendeteksi diagnosa dan membedakan di dalam serum secara elektroforesis.
Respon antibodi dapat juga dimonitor untuk mengevaluasi hasil dari terapi, tapi dengan hasil yang bervarisi. Tergantung keberhasilan dari terapi misalnya keberhasilan suatu pembedahan, maka titer antibodi juga menurun dan bahkan hilang, namun titer akan naik lagi jika kista sekunder berkembang. Tes untuk Arc 5 atau antibodi IgE tampak mencerminkan kemerosotan antibodi selama yang pertama 24 bulan setelah pembedahan, sedangkan IHA dan test lain masih positif paling tidak selama 4 tahun. Keberhasilan pembedahan untuk mengeluarkan kista hidatid akan diikuti penurunan titer antibodi sampai beberapa tahun setelah pembedahan tapi hal ini memerlukan tes spesimen secara berkala. Kemoterapi tidak mengikuti kemerosotan titer yang konsisten di dalam serum. Sehingga manfaat dari pemeriksaan serologi untuk memonitor perjalanan penyakit terbatas yang juga tergantung dari kondisi pasien.
5. Tes Kulit (tes intradermal)
Tes kulit atau tes intradermal berhubungan erat dengan tes serologi, yaitu menggunakan antigen tes kulit Casoni yang merupakan antigen yang bersal dari cairan kista hydatid, tes ini mempunyai banyak keuntungan karena kesederhanaannya dan sebanding dengan tes serologi, namun kelemahan tes kulit adalah kurang spesifik. Ini dikarenakan tes kulit belum terstandarisasi secara baik sehingga sering terlihat adanya kekurangan dari spesifitas dan sensitifitasnya. Tes Casoni merupakan salah satu cara untuk mengetahui pemaparan dari penyakit hidatid namun kendala utamanya yaitu kurangnya spesifitas. Pada pasien yang mengandung kista hyalin maupun kista yang utuh, sentifitas diagnostiknya terbatas. Respon imun lebih sering dideteksi pada pasien dengan kista hati dibanding kista paru-paru.
Tes kulit telah digunakan untuk penunjang pembuktian infeksi secara tidak langsung, apabila tidak ada tes serologi diagnostik yang tidak dapat dipercaya. Banyak dari tes kulit terutama digunakan untuk kepentingan penelitian dan epidemiologi. Namun banyak kasus, antigen yang digunakan sulit didapat dan tidak terdapat di pasaran.
Reaksi positif palsu juga pernah dilaporkan pada pasien nonparasit dan penyakit parasit lainnya. Antigen casoni juga dapat mensinsitisasi pasien sehingga memproduksi antibodi dan juga pernah dilaporkan terjadinya reaksi anafilaktik.
6. Tes Radiologi
Kista-kista asimptomatik ditemukan pada pemeriksaan radiologis. Kista biasanya memiliki batas yang jelas dan terkadang terlihat tanda batas cairan (fluid level). Pemeriksaan ini juga dapat membantu diagnosis kelainan pada tulang. Scan juga juga dapat menunjukkan lesi desak ruang (space occupying lesion) terutama di dalam hati. Apabila kistanya besar dan lokasinya di abdomen, kadang-kadang dapat dideteksi gelombangnya.
X-ray dapat menunjukkan kista hidatid di dalam paru-paru dan jantung. Kista yang tidak terkalsifikasi di tempat lain mungkin terdeteksi pemindahan atau pembesaran organ dengan Ultrasound dan CT scan, sehingga hasil dapat ditunjukkan kista pada hati, otak, ginjal, atau jaringan lainnya. Jika tidak tersedia, maka radioisotop atau angiografi dapat digunakan. Kista yang terkalsifikasi dapat ditemukan dimana saja. Namun kista di paru-paru jarang terjadi kalsifikasi.
Penutup
Kesimpulan
Dari teknik- teknik pemeriksaan yang telah disebutkan ternyata telah banyak pengembangan mengenai diagnosa yang tepat mengenai pemeriksaan Echinococcus granulosus. Sampel bisa didapat dari darah, jaringan tubuh, whole blood, serum, urin, sputum dan lain-lain. Pemeriksaan menggunakan teknik yang bertahap dari pemeriksaan skrining hingga untuk pemriksaan konfirmasi sehingga didapatkan pilihan diagnosa sesuai keadaan yang dibutuhan, sehingga memudahkan diagnosa yang tepat dan pengobatan yang tepat terhadap infeksi kista hydatid.
Daftar Pustaka
.Goldsmith, Robert. 1989. Tropical Medicine and Parasitology. Norwalk Usa : Appleton and Lange.
.Lynne S, Garcia, dkk. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
.Prasetyo, Heru. Pengantar Praktikum Helmintologi Kedokteran. Jakarta : DEPKES RI.
.www.cdc.gov/
.www.dpd.cdc.gov/
.www.medscape.com/
.www.michigan.gov/
.www.scielo.cl/
Posting Komentar